Nasional

Tanah Bermasalah Bisa Picu Konflik Horizontal dan Vertikal

Santrawan Bersama Hanafi Saleh

MANADO – Banyaknya kasus terkait kepemilikan tanah disebut-sebut karena sistem yang tak berjalan sebagaimana mestinya. Antara pemerintah dan kemudian pihak BPN masih ada benang merahnya yang ‘malimbuku’.
Oleh sebab itu BPN dan pemerintah diharapkan tak henti melakukan sosialisasi terkait hal tersebut. Namun juga yang utama adalah bagaimana pemerintah memberikan rasa nyaman, aman dan keadilan bagi masyarakat dan BPN terkait sertifikasi yang jelas.
Sebab, jika dibiarkan maka itu berpotensi melahirkan konflik horizontal bahkan pun bersinggungan pada level vertikal. Horizontal terjadi antara masyatakat senentata vertikal masyarakat berbenturan dengan pemerintah.
Demikian analisis pakar ilmu hukum pidana Dr Santrawan Paparang SH, MH, M.Kn.
Menurut dosen Kriminologi dan Hukum Pidana Pasca Sarjana Fakultas Hukum di salah perguruan tinggi ternama di Jakarta, Universitas Jayabaya ini maraknya kasus tanah juga akibat ada regulasi yang salah sehingga menyebabkan menggelinding ke pengadilan. Selain itu soal intervensi dari pihak-pihak tertentu ikut menambah ribetnya persoalan tersebut.
“Jika sudah terdaftar dan terdata pun bahkan masih digoyang. Padahal kepemilikan jelas dengan bukti antara lain pengelolaan sekian tahun dilakukan pemilik,” kata Santrawan yang juga mendalami hukum waris dan sengketa tanah.
Pengacara hebat asal Nusa Utara yang sudah punya nama di Jakarta ini memang harus bolak balik Jakarta-Manado sebab tengah mengawal kasus tanah John Hamenda di kawasan 17 Agustus, Kalasey 2 Minahasa.
Sebab, ada perkara yang juga ditangani bersama koleganya di kantor Paparang-Batubara Partner di Jakarta juga.
Dua kasus tadi itu cukup menyita perhatian publik. Sebab, seperti tanah John Hamenda misalnya, sertifikat dipegang John Hamenda namun diserobot pihak PT BNI 46 Tbk. Disinilah BNI digugat sebab jika dikaitkan dengan soal letter of credit 2005 dianggap tidak pas. Sebab John membelinya sebelum soal LC terangkat dengan tersangka Adrian Waworuntu dan Maria Lumowa. Selain aset aset lainnya yang dirampas BNI. Padahal oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, John disebut tak merugikan keuangan negara dan juga tidak harus membayar ganti rugi.
Kemudian soal tanah di Kalasey II. Kisruh kawasan tersebut mencuat hebat saat penggusuran pemukiman dilakukan oleh pihak-pihak tertentu sementara tidak disertai surat putusan eksekusi dari Pengadilan Negeri Manado.
Padahal, masyarakat setempat memiliki dokumen pendukung dan didiami selama puluhan tahun.
” Saya kawal semuanya. Yang terzolimi harus dibantu. Kami melihat sesuatu yang salah dalam memahami persoalan sesuai fakta, ” tegas Santrawan didampingi Hanafi Saleh SH, partner di Manado. (ram)

Bagaimana Pendapatmu?

Back to top button