Advertisement
Nasional

Paradigma Terbelenggu Pragmatisme

By Ram Makagiansar
(Pemred radarmanadoonline.com)
(Ketua Jaringan Media Siber Indonesia Sulut)
(Ketua Apdesi Sulut versi Munaslub)

PADA tiap eleksi yg lazim kita sebut pemilihan pada pesta demokrasi, kata politik uang sering muncul.
Maklum, dalam ilmu politik yang disarikan menurut para pemikir jaman dulu adalah ilmu memengaruhi mau tidak mau atau suka tidak suka melunturkan hak pinsip atau idealisme seseorang. Siapapun dia bisa goyah!
Namun teori tidak berbanding lurus dengan fakta. Bahwa politik uang hanya jadi semacam jargon atau pemanis jelang pemilihan di level mana pun.
Artinya, pemilihan ada, seruan politik uang pun jadi terkesan suci.
Disatu sisi bisa disebut pembenaran oleh para pemain. Para pelaku. Argimentasinya : untuk mencapai sesuatu jika tidak dengan uang maka akan sulit ! Tidak akan tercapai.
“Ini politik bung. Serba absurd. Tidak ada yang pasti. Makanya dilarang percaya menit harus detik,” kata salah satu pemerhati masalah hukum di Sulut, pada suatu momen.
” Agar terjaga dan meyakinkan imbauan soal politik uang tidak.lagi berlaku. Ini realita ! ” sambung dia.
Betulkah pendapat ini ? Kembali ke konstituen sebagai pemilih. Konteks mereka siapapun yang butuh suara, harus memberi kompensasi.
Artinya apa? Krisis kepercayaan atau apapun itu yang pasti dalam pemahamannya konstituen dengan memanfaatkan waktu berharap sesuatu. Karena, kabarnya. begitu jadi ‘ pejabat’ masyarakat pemilih akan dilupakan!
Padahal, mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih harus sebenarnya tidak menjadikan politik uang sebagai dalih.
Setidaknya apa yang disampaikan Aristoteles dalam teori klasiknya. Politik, kata sang pencetus ilmu politik bersama Plato itu, adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik pemerintahan dan negara, politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik pemerintahan.
Nah, seyogyanya hal itu jadi suatu kewajiban untuk menjaganya.
Nah bagaimana di daerah kita? Rabu 27 November 2024 hari ini sejarah baru kita lalui. Pemilihan serentak atau Pilkada digelar bareng seantero Indonesia. Kali pertama.
Sejurus dengan itu politik uang dari kabar yang beredar di medsos tengah merebak dimana-mana. Namun soal ini adalah wewenang aparat penegak hukum.
Era transparansi dimana medsos kini menjadi dewa menyuarakan sesuatu yang bukan ada koridornya tidak bisa dibantah jadi ajang ekspos tentang ketidakberaturan.
Sebab dalam perspektif lain juga politik adalah seni memengaruhi orang lain.
Apa yang dtegaskan disini adalah pola pikir, pola tindak dan pola ucap yang seirama tak bisa diabaikan itu sangatlah berpengaruh.
Calon pemimpin diuji kemampuannya bagaimana bisa disukai masyarakat juga sebuah tuntutan.
Tentunya, faktor ketokohan pemimpin, pengalaman dua hal yang tidak bisa diabaikan selain faktor pendukung lain.
Visi dan misi serta debat telah kita lihat bersama. Apa dan bagaimana yang akan dlakukan oleh para calon. Disitu program ke depan jika terpilih sebenarnya menjadi tolok ukur melihat kepekaan fenomena sosial dan lain sebagainya dalam tatanan pemerintahan.
Nah dalam konteks ini, paradigma yang dibangun bahwa dalam arena politik, termasuk Pilkada 2024 diharapkan bisa benar-benar menjadi putih tetap saja kalah yang dari namanya pragmatis.
Kenapa? Keuntungan pasti akan didapat pihak-pihak tertentu. Namun sejatinya bisa disebut paradigma akan mengantarkan kita pada pemikiran logis juga orisinil asalkan pragmatisme tidak dibiarkan bergerak bebas.
Fenomena atau ?
(***)

Bagaimana Pendapatmu?

Back to top button