Peran IPE dalam Kerja Sama Tim pada Penerapan Budaya Keselamatan Pasien di Puskesmas
(Oleh: Fahira Tinondighang – Mahasiswa Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado)
Radarmanadoonline.com, Manado – Keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan primer memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keselamatan pasien. Mengingat Puskesmas melayani berbagai kondisi pasien dengan berbagai macam kebutuhan medis, penerapan budaya keselamatan pasien yang efektif harus melibatkan kolaborasi yang solid antar berbagai profesi kesehatan. Oleh karena itu, kerja sama tim yang baik di Puskesmas menjadi elemen krusial dalam menjamin keselamatan pasien.
Kerja sama tim dalam konteks keselamatan pasien adalah kolaborasi antara tenaga medis dan non-medis yang bekerja bersama untuk mencegah kesalahan medis, mengurangi risiko infeksi, dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Di Puskesmas, tim tersebut biasanya terdiri dari dokter, perawat, apoteker, tenaga laboratorium, dan tenaga administrasi, yang masing-masing memiliki peran penting dalam menjamin keselamatan pasien.
IPE mengedepankan kolaborasi antara berbagai profesi kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dan keselamatan pasien. Melalui pendekatan ini, anggota tim kesehatan, seperti dokter, perawat, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya, dapat bekerja bersama secara lebih efektif untuk menciptakan lingkungan yang aman dan berkualitas bagi pasien.
Interprofessional Education (IPE) dalam Kerja sama TIM
Interprofessional Education (IPE) adalah metode pendidikan yang melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai profesi untuk belajar bersama, berbagi pengetahuan, dan bekerja dalam satu tim untuk mencapai tujuan bersama dalam pelayanan kesehatan. IPE menekankan pentingnya pemahaman terhadap peran dan tanggung jawab masing-masing profesi, serta pentingnya komunikasi yang efektif dalam tim.
Interprofessional education (IPE) dapat membantu perawat belajar bagaimana berkolaborasi dengan professional kesehatan lainnya. Salah satu program yang diusulkan Ditjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) adalah program pendidikan interprofesional. Tujuan utama dari program pendidikan interprofessional adalah kerjasama tim bebas antara profesi yang berbeda guna menutup lubang permasalahan pasien sekaligus mengefektifkan kolaborasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Sebuah artikel lama tahun 1969 berjudul “Pendidikan interprofessional antara ilmu kesehatan” yang membahas Interprofessional education telah menunjukkan bahwa IPE itu bukan perkembangan baru di bidang pendidikan professional kesehatan (Fransworth et al., 2015). Namun ketika WHO menerbitkan Interprofessional education Framework pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa Interprofessional education harus menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh semua tenaga kesehatan, kompetensi interprofessional education mulai diperhatikan secara serius ( Lahagu,2023).
Berdasarkan penelitian (Alfitri, n.d.) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kerjasama tim dengan pendidikan interprofessional, sehingga membantu perawat belajar bagaimana berkolaborasi dengan professional kesehatan lainnya. Melalui IPE diharapkan tenaga kesehatan memiliki persepsi, keterampilan, sikap kemampuan yang positif dalam mempraktekkan program pendidikan interprofesi. Studi ini juga sejalan dengan penelitian Sulisyowati (2019), yang mengklaim bahwa interprofessional education memiliki rekam jejak dalam menghasilkan tenaga kesehatan yang terampil yang dapat bekerja sama, menghargai, dan memahami profesi kesehatan lainnya. Dan mereka setuju interprofessional education memiliki kemampuan untuk berdampak positif pada perilaku dan pandangan tentang kerjasama tim antar professional, meningkatkan pengambilan keputusan klinis dan mempertahankan perawatan yang lebih aman dan berkualitas lebih tinggi (Lahagu, 2023).
Penerapan budaya keselamatan pasien dalam kerja sama tim kesehatan
Keselamatan pasien adalah prioritas utama dalam sistem pelayanan kesehatan. Mencegah kejadian yang tidak diinginkan, seperti kesalahan medis atau cedera yang dapat membahayakan pasien, membutuhkan budaya yang mendalam di seluruh sistem kesehatan, termasuk di Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Peran perawat dalam keselamatan pasien tergambar dan banyak hal yang terkait dengan kebutuhan keselamatan pasien. Salah satu nya adalah budaya keselamatan. Budaya keselamatan pasien merupakan fondasi keselamatan pasien.
Sasaran keselamatan pasien dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/PER/VIII/2011 menyebutkan sasaran keselamatan pasien antara lain:
a. Ketepatan identifikasi pasien;
b. Peningkatan komunikasi yang efektif;
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai/ high – alert;
d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi;
e. Pengurangan kesehatan; Risiko infeksi terkait pelayanan
f. Pengurangan risiko cedera karena jatuh
Hambatan dalam penerapan interprofessional education
Kurangnya kompetensi baik dalam keterampilan klinis maupun non-klinis pada tenaga kesehatan menjadi salah satu penyebab utama insiden keselamatan pasien. Keterampilan non-klinis seperti komunikasi efektif, kerja sama tim, kepemimpinan, pengambilan keputusan, kesadaran situasional, serta kemampuan mengikuti prosedur yang benar berkontribusi signifikan, diperkirakan menjadi penyebab hingga 70-80% dari insiden keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien adalah aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang harus diterapkan di setiap fasilitas kesehatan. Dengan menerapkan budaya ini, kejadian yang tidak diinginkan dapat diminimalkan, sehingga tanggung jawab rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat meningkat. Rumah sakit atau puskesmas perlu menjadikan budaya keselamatan pasien sebagai prioritas utama dengan mengembangkan sistem yang berfokus pada perlindungan pasien. Keselamatan pasien merupakan pendekatan sistematis untuk memastikan perawatan yang lebih aman. (Mulyatiningsih S & Sasyari U, 2021).
Kesimpulan
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau klien dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi ataukomunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Penerapan budaya keselamatan pasien di Puskesmas memerlukan pendekatan yang holistik, di mana kerja sama tim antarprofesi menjadi kunci utama dalam memastikan kualitas pelayanan yang aman dan efektif. Interprofessional Education (IPE) berperan penting dalam membangun kerjasama yang solid antara berbagai profesi kesehatan, seperti dokter, perawat, apoteker, dan tenaga medis lainnya, dengan tujuan bersama untuk meningkatkan keselamatan pasien.
(Oleh: Fahira Tinondighang – Mahasiswa Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado)