Santrawan Sebut Tak Ada Eksekusi dan Berita Acara Soal Plang BNI di Tanah Hamenda

MANADO – Pengacara kondang Sulut yang kiprahnya diperhitungkan di Jakarta, Dr Santrawan Paparang SH, MH, mempersoalkan pemasangan plang oleh pihak BNI 46 pada tanah klien mereka John Hamenda di kawasan 17 Agustus, Manado.
Argumentasi Santrawan, selain prosedur hukum salah juga adanya error in objecto, atau salah terhadap objek.
‘’ Pertama, tanah pak John seluas 3450 meter persegi namun yang disita oleh Bareskrim Polri seluas 4500 meter persegi. Sementara tidak disebutkan nomor serķtifikat, batas utara, timur selatan dan barat. Tidak menyebutkan RT/RW nya kecuali hanya menyebutkan tanah John Hamenda di 17 Agustus. Tidak bisa begitu,’’ tandas pengacara yang disebut-sebut Hotman Paris nya Sulut ini.
Kedua, substansinya, lanjut Santrawan, apakah benar tanah ini didapat dari hasil korupsi atau tidak.
‘’ Jawabannya tidak. Makanya, dalam Pasal 37 undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang adalah perubahan dari undang-undang nomor 31 tahun 1999 terkait Tindak Pidana Korupsi, berisikan pembuktian terbalik. Nah, apakah tanah itu didapat dari hasil korupsi ? Tentu tidak. Sebab, jauh sebelumnya telah terjadi transaksi jual beli yang dalam hal ini telah menjadi milik John Hamenda,’’ kata Santrawan.
Dia pun menyentil amar putusan hakim tidak menyebutkan bahwa John Hamenda wajib memberikan uang pengganti kepada negara. “Walaupun tanah itu bukan hasil dari tipikor, tapi katakanlah wajib memberikan uang pengganti 100 miliar, 200 miliar, 300 miliar atau 1 triliun meski tidak berhubungan dengan tindak pidana, maka aset-aset beliau tidak disita wajib disita oleh jaksa selaku eksekutor negara. Tapi ini kan tidak,’’ tegas Santrawan yang adalah dosen di Universitas Jaya Baya Jakarta.
Dia pun mempersoalkan penyitaan tersebut, untuk apa dan urgensinya apa. Alasannya, posisi John Hamenda bukan terkait kredit macet. ‘’Karena bukan kreditor macet maka posisi beliau adalah debitur yang beritikad baik,’’ kata sipijq. Kalau beritikad buruk berarti dianggap kurang lancar, diragukan dan macet. ‘’ Jadi, sudah salah dari substansinya dan error in objecto itu. Kita berkeyakinan dalam pendapat hukum perkara ini punya nilai murni. Apa sebab, salah kok ?’’ kata dia,
Kalau penyitaan yang dilakukan pihak terkait telah memenuhi syarat maka tentu sebagai pengacara mereka tentu akan berpikir lagi mengajukan gugatan. ‘’Jadi kembali ke Pasal 37 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Jadi, disitu celahnya,’’ kata dia.
Terkait pemblokiran tanah oleh BPN, Santrawan menyebut bahwa berdasarkan aturan PP 24 tahun 1967 diperkenankan sebanyak dua kali saja. ‘’Kalau blokir tanpa jedah waktu ini penyalagunaan keadaan atau wewenang. Kakanwil BPN provinsi Sulut meski sudah berganti dan Kepala BPN Manado wajib ganti rugi,’’ tegas dia. ‘’Jadi, mereka kita tuntut,’’ sebut dia.
Jadi, tindakan BNI memasang plang adalah salah dan terburu-buru. ‘’ Di eksekusi tidak barang ini. Dia bertindak sebagai pemilik dalam suatu perkara pidana ketika jaksa selaku eksekutor negara sudah mengeksekusinya dan sudah menyerahkan dengan berita acara, tapi ini tidak,’’ kata dia.
Sementara sertifikat, sebut Santrawan, masih ada pada John Hamenda.
Dan John sendiri mengakui hal itu. ‘’ Ada sama saya sertifikatnya,’’ kata John.
Santrawan pun memberi dasar kuat. ‘’ Kalau BNI pemilik kenapa diblokir juga. Dan, sertifikat bukan lagi atas nama John Hamenda namun sudah menjadi milik dari PT BNI 46 Tbk. Tapi ini tidak karena tidak ada eksekusi dan berita acara penyerahan,’’ katanya. (ram)